Hal Yang Perlu Anda Ketahui Saat Anda Jalani Terapi Covid-19

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memaparkan sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam terapi COVID-19.

Hingga kini belum ditemukan obat atau antiviral untuk virus corona. Selama ini prosedur yang berjalan menyesuaikan dengan Panduan Praktik Klinik (PPK) covid-19. Selain itu ada pula pedoman internasional dari para ahli pulmonologi berbagai negara.

Akan tetapi belum bisa dipastikan obat bisa efektif dan aman karena masih dalam tahap pengawasan dan penelitian.

Mengutip dari "Informatorium Obat Covid-19 di Indonesia" keluaran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ada beberapa hal yang patut diperhatikan selama terapi untuk covid-19:

1. Perhatikan dosis

Pasien wajib mengikuti petunjuk dokter mengenai obat dan dosis penggunaan. Sebaiknya sedapat mungkin menghindari polifarmasi atau penggunaan obat yang jenisnya banyak. Ini akan memungkinkan kemunculan efek samping dan interaksi obat. Jika sudah seperti ini, dokter bisa kesulitan mendeteksi obat mana yang jadi penyebab dan mana yang tidak.

Untuk dokter, buku ini menyebut ada beberapa obat potensial efektif untuk mengobati infeksi covid-19 seperti klorokuin, hidroksiklorokuin, azitromisin, favipiravir, juga lopinavir-ritonavir. Memang belum ada data komparatif sehingga sebaiknya pilih salah satu regimen obat saja. Mencampur lebih dari satu rejimen belum terjamin keamanannya.
Penggunaan obat harus diperhatikan.

2. Belum ada obat

Harus selalu diingat, hingga kini belum ada obat yang bisa menyembuhkan covid-19. Selain itu belum ada vaksin yang bisa mencegah infeksi.

3. Hati-hati konsumsi vitamin

Daya tahan tubuh kuat selalu digaungkan efektif menangkal infeksi virus. Tak jarang orang jadi berlomba membeli dan mengonsumsi vitamin untuk menjaga daya tahan tubuhnya.

Dalam buku disebutkan, berbagai vitamin dosis tinggi dan obat yang diklaim bisa meningkatkan sistem imun tubuh belum terbukti efektivitas dan keamanannya. Konsumsinya pun tidak perlu terlalu banyak.Para petugas medis pun tetap memberikan dosis vitamin yang wajar sesuai kebutuhan individu.

4. Risiko pada ibu hamil dan menyusui

Perubahan sistem imun dan fisiologis pada ibu hamil secara umum dapat meningkatkan risiko komplikasi infeksi virus termasuk influenza. Namun karena riset masih terbatas, belum cukup bukti kasus covid-19 pada ibu hamil. Studi di China terkait transmisi vertikal ibu hamil ke janin pun hasilnya tidak konsisten.

Oleh karena itu, penanganan untuk ibu hamil dan menyusui dilakukan tim dokter dari multidisiplin.

Hanya saja ada beberapa catatan yakni, ibuprofen tidak boleh dipakai untuk ibu hamil trimester 3 juga favipiravir tidak boleh dikonsumsi ibu hamil dan ibu dengan kemungkinan akan hamil karena bisa mengganggu janin.

5. Cek riwayat medis pada lansia

Lansia termasuk kelompok rentan terlebih kasus di China menunjukkan jumlah kematian tinggi pada kelompok usia ini. Lansia positif covid-19 perlu dicek lagi riwayat kesehatannya.

Perubahan fisiologis mengakibatkan penurunan kualitas tubuh seperti malnutrisi, penurunan kognitif dan kondisi lain yang perlu diawasi. Perlu dicermati perubahan kondisi saat awal pemberian obat. Ini untuk menghindari efek samping dan interaksi obat. Apalagi lansia cenderung polifarmasi karena tambahan obat atau resep baru.

6. Pasien dengan kondisi tertentu

Pasien, terutama lansia, yang memiliki penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi dilaporkan meningkatkan risiko kematian. Baik dari segi perawatan dan pengobatan pun akan berbeda.

Pasien dengan diabetes, misalnya, pemberian obat musti hati-hati karena tidak boleh meninggalkan terapi insulinnya. Kemudian pasien covid-19 dengan pneumonia tidak boleh diberi obat yang berpotensi menimbulkan imunosupresan atau supresi inflamasi.

Komentar