Sering Makan 'Fast Food' Dapat Meningkatkan Resiko Sakit Jantung


Makanan cepat saji kini tak hanya menjadi makanan alternatif, melainkan kebutuhan.

Perpaduan antara nasi hangat dengan ayam goreng tepung renyah, atau burger daging yang disajikan bersama kentang goreng, dilengkapi pula dengan minuman bersoda, kini menjadi menu yang mudah didapat dan dinikmati oleh segala usia.

Mengutip Daily Mail, perusahaan riset pasar Roy Morgan mendapati, sekitar seperempat orang Australia kini rutin mengunjungi restoran cepat saji setiap minggu. Di Inggris, seperlima orang dewasa dan anak-anak makan makanan cepat saji setidaknya seminggu sekali atau lebih, menurut Public Health England.

Walau memberikan kemudahan, namun pertumbuhan restoran cepat saji yang cukup pesat dan seringnya mengonsumsi makanan cepat saji, sebanding dengan meningkatnya jumlah kasus penyakit jantung.

Masalah ini dipresentasikan oleh para ahli dari University of Newcastle dalam pertemuan ilmiah tahunan Scientific Meeting of the Cardiac Society of Australia and New Zealand.

Para peneliti menyebutkan, semakin banyak rantai makanan cepat saji di suatu daerah, semakin banyak pula peristiwa kematian akibat serangan jantung.

Untuk mendapatkan hasil ini, para ilmuwan menggunakan data dari sekitar 3 ribu pasien yang dirawat di rumah sakit New South Wales akibat serangan jantung antara tahun 2011 dan 2013.

Alamat rumah setiap pasien dicatat, sehingga para ahli dapat melihat berapa banyak rantai makanan cepat saji yang ada di lingkungan tempat tinggal pasien.

Hasilnya, semakin banyak jumlah restoran cepat saji di daerah, baik perkotaan atau pedesaan, makin bertambah pula kasus kematian akibat serangan jantung.

Penulis studi Tarunpreet Saluja mengatakan, penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa garam tinggi dan lemak jenuh dalam makanan cepat saji terhubung dengan penyakit jantung.

Penelitian lain dari Universitas Cambridge menemukan bahwa orang yang berada di lingkungan yang penuh dengan restoran cepat saji hampir dua kali lebih mungkin mengalami obesitas. Obesitas sendiri bisa menjadi salah satu akar permasalahan kesehatan jantung.

Tim peneliti berharap temuan mereka dapat menunjukkan kepada pemerintah bahwa risiko penyakit jantung tidak hanya tergantung pada gaya hidup masing-masing orang, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal.

Profesor Jeroen Bax, mantan presiden dari European Society for Cardiology menyarankan, "Selain mengatur lokasi dan jumlah restoran cepat saji, pemerintah daerah setempat sebaiknya juga memastikan adanya akses yang baik menuju supermarket atau pasar yang menyediakan makanan sehat."

Komentar